Berbagi ceria dimana saja - 1
"Ly, kita ke tretes yuk" terdengar suara dari Hari dari ujung telephone dalam satu siang.
"Kapan?" jawabku ketertarikan sebab sudah beberapa minggu saya tidak keluar kota, sekaligus refreshing, sekaligus bisa uang, bermakna taripnya ialah bermalam di luar kota yang besarnya dapat 2-3 kali dibanding short time.
"Nanti sore kujemput ke tempat kost-mu bagaimana, kita pergi ramai ramai" kata Hari, salah seorang langgananku yang telah seperti seorang rekan walau tidak sempat lupakan usaha.
"Ramai ramai?, memang dengan berapakah orang?" tanyaku ingin tahu.
"Kita 3 orang, tetapi yang satu bawa serta pacarnya sedang satunya lagi masih kosong, ia baru tiba dari Jakarta kelak jam 5 sore, kalau kamu ada rekan bisa diajak sekaligus, tetapi yang bagus dong, minim seperti kamu lah, ha.. ha.. ha"
"Bermakna harus semakin cantik dong, ah tidak ah, nanti saya dicuekin, lagian sulit cari orang yang semakin cantik dari saya" jawabku tidak ingin kalah.
"Oke deh terserah kamu saja lah, yang pasti harus cantik, sexy, tinggi, putih serta.. ah kamu paham.kamu mengerti sendiri deh bagaimana maunya, nanti saya jemput jam 1/2 empat, ke Juanda dahulu lalu langsung ke Tretes, oke?"
"Jangan 1/2 empat, jam limaan begitu lho" saya coba menawar sebab jam 2 kelak saya harus layani tamuku di Shangri La, takut saatnya begitu minim.
"Jangan, nanti telat kasihan ia menanti kelamaan di Juanda" jawabnya.
".. 1/2 lima deh"
"Oke tetapi carikan temanmu ya.. "
"Oke saya carikan, tetapi tidak janji lho, saya kan kurang punyai rekan" jawabku menyanggupi.
Beberapa rekan kucoba kuhubungi tetapi banyak yang lagi off atau sedang ada booking-an, saya tidak mau cari melalui GM, sebab cemas tidak paham ceweknya serta jika rupanya tidak pas jadi bebanku. Pada akhirnya saya menyerah, tidak dapat memperolehnya.
Kucoba mengontak Hari untuk melapor tetapi HP-nya repot, sesaat saya harus selekasnya pergi ke Hotel Shangri-La, menjumpai tamuku yang telah buat appointment. Untuk sesaat kulupakan Hari, masihlah ada kesempatan 3 jam sebelum Hari menjemputku, waktu yang lebih dari pada cukup sekedar untuk short time.
Perhatianku betul-betul kucurahkan pada tamuku ini, walau saya tidak pernah berjumpa tetapi sebab ia ialah relasi usaha dari Koh Toni, tamu langgananku, yang sedang di servis, karena itu saya harus memberi servis serta kenikmatan kepadanya, agar tamu langgananku tidak sedih. Koh Toni menyambutku di lobby hotel, berdua kami naik ke lantai 9 menjumpai relasi bisnisnya.
Rupanya ada tiga orang di kamar itu, satu-satu saya dikenalkan, sesaat saya sendiri tidak tahu yang mana yang perlu saya layani. Sepuluh menit kami berlima di kamar itu, satu-satu mereka tinggalkan kamar sampai tinggallah saya, Koh Toni serta relasi bisnisnya yang namanya Tio, berikut tamuku yang sebetulnya.
"Ly, saya tinggal dahulu, kamu temanin Pak Tio ya, nanti kalau sudah usai hubungi saya di lobby" kata Koh Toni sambil tinggalkan kami berdua.
Seperginya Koh Toni kami berbasa basi sesaat, lalu seperti umumnya kamipun berlomba tembus batas memburu nafsu meraih kenikmatan. Detil permainan tidak perlu dikisahkan sebab ini hanya pembuka jalan cerita, detilnya ya seperti umumnya saja, tidak ada yang spesial pada diri Pak Tio. Seperti umumnya tamuku besar nafsu tenaga kurang, walau kami bermain tiga set tetapi saya tidak memperoleh orgasme darinya sebab masing masing set cuma bertahan tidak lebih dari pada 5 menit, jadi kurang
menarik untuk dikisahkan.
Kuhabiskan waktu 1,5 jam temani Pak Tio, kutinggalkan ia sendirian dengan kantongi beberapa ratus ribu panduan. Saya langsung pulang melalui pintu samping, tidak pernah kutemui Koh Toni yang tuturnya di Lobby, seperti umumnya ia akan mentransfer pembayaran melalui rekeningku.
Di perjalanan pulang rupanya Koh Toni menghubungiku.
"Kamu sudah pulang kok tidak ngomong ngomong, ada apakah? " tegurnya.
"Ah tidak ada apakah apa, kata Pak Tio barusan tidak perlu tunggu Koh Toni, jadi saya langsung pulang saja, bagaimana ia senang tidak?" jawabku memancing.
"Pak Tio senang sekali sama kamu, ia justru meminta kamu temanin ia nanti malam, bagaimana?"
Saya terdiam sesaat, baru saat ini ingat ajakan Hari.
"Maaf Koh, saya tidak dapat, nanti sore ingin ke Tretes sama rekan teman, biasa refreshing" tolakku halus
"Refreshing mah dapat mengejar, nanti saya ajak ke Bali deh, inikan ada duitnya" ia berupaya membujukku.
"Tidak dapat Koh, ini usaha" saya berupaya menampik halus.
"Sayang deh, walau sebenarnya ia senang kamu lho, sampai kapan di Tretes?" masih tetap ia tidak ingin menyerah.
"Entahlan kemungkinan esok malam kali baru balik"
"Ya sudah kita melihat esok deh, apa ia masih ingin" pada akhirnya ia tutup telephone.
Sesampai dalam tempat Kost yang cuma 15 menit dari Shangri La, kucoba mengontak Hari, memberikan laporan kegagalanku memperoleh rekan tetapi HP-nya tetap repot. Jam 4 hari menghubungiku, ia sedih saat tahu saya tidak dapat memperoleh rekan untuk tamunya yang dari Jakarta.
"Wah saat ini sudah tidak ada waktu untuk hunting" jawabnya pasrah.
"Kita mencari saja dari sana, kan banyak" hiburku
"Mana ingin ia dengan cewek cewek disana, bukan seleranya" jawabnya ketus.
Saya jadi serba salah, tentunya saya tidak ingin ribut mempersalahkan ia sebab HP-nya tetap repot waktu dikontak, biarkanlah kekeliruan ini kutanggung saja.
"Ya sudah, kita melihat saja kelak, kali kali ia dapat nemukan cewek yang pas dari sana, saya jemput kamu 10 menit lagi, sudah dijalan nih" tuturnya memutuskan perbincangan.
Berempat kami pergi menjemput kehadiran Piter di Juanda, Saya serta Hari memakai Mercy E320 keluaran paling baru sesaat Ivan serta Nenny, pacarnya, bawa BMW 520. Untunglah semasa perjalanan ke Juanda Hari tidak mengungkit ungkit kegagalanku memperoleh cewek untuk Piter. Malah Hari banyak menceritakan mengenai Piter, ternyata mereka ialah teman dekat akrab semenjak sekolah di California, begitupun dengan Ivan, mereka ialah tiga serangkai yang jalankan usaha keluarga mereka masing masing serta sukses. Diusia mereka yang relative muda, awal 30-an, telah manjadi pebisnis sukses, serta dapat berfoya foya tidak perlu menanti tua. Jalinan mereka bak saudara, sepiring serta seranjang bersama-sama, share kesenangan serta kesulitan.
Kami tidak perlu menanti kelamaan di Juanda, demikian Piter keluar dari pintu kehadiran, mereka langsung berangkulan serta termasuk juga Nenny yang memberi ciuman di pipinya. Ke-2 mobil langsung melaju mengarah Tretes, stop sesaat di Restorant Dewi Sri di Pandaan sekedar untuk mengganjal perut, serta tidak lupa bawa bekal sebab nanti malam tidak perlu keluar Villa cari makan.
Sesudah melalui pasar di muka Hotel Surya mobil belok kanan telusuri jalan kecil yang cuma cukup untuk 1 mobil, 500 M selanjutnya tampaklah vila tujuan, vila punya keluarga Hari. Sang penjaga Vila buru buru buka pintu gerbang serta menutupnya kembali lagi sesudah kami ada di, lampu lampu tadi Hanya temaram saat ini jelas benderang. Hari bawa kami masuk menelusuri kamar kamar yang ada, semua ada 5 kamar dengan 2 kamar besar, kolam renang berupa oval tidak besar tetapi indah.
"Oke terserah kalian pilih kamar yang mana, yang pasti saya serta Lily mengambil yang depan di samping kolam, Pit kamu kamar yang kemarin kamu gunakan saja agar Ivan serta Nenny dapat bulan madu di kamarnya bokap" kata Hari mengendalikan.
"Sip, gue sich kamar mana saja oke tetapi temannya ini nih bagaimana?" Piter mulai bertanya.
Saya serta Hari sama-sama berpandangan.
"Van, kita ingin hunting kamu terserah deh ingin turut apa tidak" kata Hari pada Ivan serta pacarnya.
"Tidak, di sini saja, lagian ada Nenny" jawab Ivan sekalian meringis dicubit pacarnya.
Bertiga kami turun ke arah diskotik di muka Hotel Surya (namanya sudah lupa tuh), beberapa cewek berdiri disana menjual diri dengan cara terselubung, beruntunglah saya tidak dalam group itu, batinku.
Dari satu barisan ke barisan lain kelihatannya Piter belum memperoleh yang pas dengan seleranya.
"Maumu yang bagaimana sich Van?" Bertanya Hari yang telah lelah berkeliling-keliling jalan kaki sebab semakin ringkas dibanding naik mobil.
"Ya yang seperti cewekmu itu" jawabnya mudah sekalian masih memelototi satu-satu cewek yang ada disana.
Jarum jam memperlihatkan jam 21.00, semakin banyak cewek yang tiba ke diskotik, semakin beberapa pilihan tetapi kelihatannya belumlah ada yang sesuai seleranya. Entahlah telah seberapa banyak jagung bakar serta bir hitam yang mereka tegak serta tidak terhitung lagi tangkai rokok yang sudah bertebaran di bawah, tetapi si dambaan tidak segera didapatkan.
Kemungkinan sebab telah kedinginan serta pasrah atau sebab sangat terpaksa pada akhirnya ia jatuhkan pilihan pada salah satunya gadis yang ada disana, saya percaya ia sangat terpaksa pilih sebab tidak ada pilihan lagi, dibanding kedinginan sendirian, karena itu kamipun kembali pada Vila dengan bawa seorang gadis.
Sesampai di Villa rupanya Ivan serta Nenny telah masuk dalam kamar, sayup sayup kami dengar jeritan kesenangan Nenny dari dalam kamar, kami cuma tersenyum berpandangan serta langsung masuk dalam kamar masing masing. Hari ngomel memaki maki Piter yang begitu beberapa pilihan, telah berapakah jam waktu terbuang sia-sia, saya semakin berasa bersalah. Sebetulnya bisa Hari mintaku temani Piter, bermakna mempertaruhkan diri kita, tetapi itu tidak dilakukan.
"Kasihan Piter, ia mendapatkan cewek yang bukan seleranya" kataku perlahan sekalian melepas sweater serta Jins-ku.
"Memang sich, tetapi itu di luar gagasan" jawabnya tanpa ada menyentuh kekeliruanku siang tadi.
"Har, saya saran nih, jangan geram ya, janji?" saya membulatkan tekad, ia diam menatapku tajam, lalu menganggukkan kepala.
"Piter kan jauh jauh dari Jakarta, sedang kamu kan di surabaya, bagaimana kalau saya temanin Piter malam hari ini, toh kita dapat bertemu kapanpun, anytime, tetapi itu terserah kamu sich" saya membulatkan tekad, takut ia tersinggung, tidak berani menatapnya.
Hari diam saja memandangku semakin tajam, kelihatannya ada pergolakan di batinnya, entahlah memperhitungkan entahlah geram.
"Lalu saya harus tidur sama cewek kampung itu?" dengan suara tinggi.
Saya diam saja sekalian berpura pura repot melepas bra-ku, menyesal ajukan saran. Kupeluk ia serta kucium bibirnya.
"Ya sudah, lupakan usulku itu sayang" kataku sekalian melepas pakaian serta celananya, rupanya ia tidak kenakan celana dalam.
Saya langsung berlutut di depannya, kuraih kejantanannya yang lemas, kuremas serta kukocok sekalian menciuminya untuk menghidupkan hasrat yang terkubur semenjak barusan. Hari meremas remas rambutku saat saya mulai mengocok dengan mulutku, penisnya yang tidak disunat secara cepat keluar masuk menerobos bibirku, ditambah lagi dengan pergerakan pantatnya yang seolah percepat kocokannya. Mulutku kerepotan terima pergerakan liarnya, tetesan air liur keluar dari sela bibirku.
Bersambung.... Artikel Berkaitan