Berbagi ceria dimana saja - 2
Kami geser ke tempat tidur yang besar, baru kusadari rupanya kamar itu demikian erotis, dikelilingi cermin disepanjang dinding dindingnya, begitupun atap di atas tempat tidur, saya dapat lihat pantulan bayanganku celentang pasrah di atas tempat tidur.
Hari langsung datangi selangkanganku, dilepasnya celana dalam ungu terbuka yang tutupi kewanitaanku, ia mencium celana dalam itu sebelum melemparnya ke lantai.
Tanpa ada percuma, bibirnya selekasnya datang di vaginaku, dikulumnya sekalian mendustai lidah, klitorisku dipermainkan dengan jemari tangannya. Ia mengisap seperti seorang yang kehausan, saya menjerit terkejut serta nikmat, dengan cepatnya vaginaku jadi basah, baik sebab ludahnya atau sebab cairan vaginaku sendiri. Jemari jemari tangannya ikut-ikutan menjarah permukaan kewanitaanku, dua jemari telah mengocokku diselingi permainan lidah di klitoris, saya semakin menjerit nikmat, tidak kuhiraukan apa jeritanku terdengar dari kamar samping, toh mereka lakukan hal sama.
Saya betul-betul dibuatnya kelojotan sebab permainan tangan serta oralnya, sangat nikmat, kuremas remas ke-2 buah dadaku. Berkali kali kutarik rambutnya untuk selekasnya masukkan penisnya, tetapi tidak digubris, kelihatannya ia nikmati siksaannya.
Badanku dibalik pada tempat menungging, saya mengharap ia selekasnya melakukan dengan tempat doggie, tetapi kembali lagi kurasakan tangan serta lidahnya yang sentuh organ kenikmatanku, jeritanku semakin keras saat lidahnya sentuh anusku, tidak kusangka ia lakukan itu walau saya seringkali malakukan kepadanya hal sama.
"Come on Har, pleeasse" desahku tidak tahan hadapi foreplay-nya, napasku telah tersengal sengal meredam pergolakan birahi.
Saya mendekap bantal erat erat waktu kurasakan kepala penisnya mulai menyeka bibir vaginaku, siap-siap memperoleh kesenangan darinya.
"Aauuwww.. sshit" teriakku terkejut saat tanpa ada aba aba Hari langsung menggerakkan masuk penisnya dengan keras serta sekali dorong, walau ukurannya tidak besar, alias rata rata tetapi dengan sodokan keras semacam itu tidak batal membuatku terkejut, sakit bersatu nikmat, semua beraduk jadi satu. Ia tersenyum penuh kemenangan melihatku menggeliat sebab sodokannya.
Dengan tempo tinggi ia langsung mengocok vaginaku tanpa ada ampun disertai remasan remasan kuat di buah dadaku. Hari tidak memedulikan jeritanku, malah makin saya menjerit makin kuat ia menghentakkan penisnya, berkali-kali saya berupaya meredam sodokannya tetapi tanganku tetap dihalaunya, kelihatannya ia melampiaskan sakit hati yang telah lama terkubur.
Satu permainan kasar yang tidak biasa ia kerjakan, lima menit selanjutnya saya bisa sesuaikan dengan irama permainannya. Kubalas tiap hentakan dengan hentakan lagi, serta saya menggoyang goyangkan pantatku menyeimbanginya. Tau-tau ia menarik penisnya dengan kasar, saya menjerit sedih.
Ia wafatkanku turun dari tempat tidur, sekalian menghidupkan rokok, dikecilkan lampu kamar sampai meredup serta dibukanya jendela yang mengarah kolam. Panorama kota Surabaya nampak indah pada malam hari, disertai dinginnya udara pegunungan yang menerobos masuk dalam kamar. Saya belum juga tahu apa tujuannya, hentikan permainan yang lagi hebat serta buka jendela, melihat keluar sekalian merokok. Kuselimuti badanku dengan selimut untuk meredam dinginnya udara malam pegunungan yang menerobos masuk kamar, kudekap Hari dari belakang.
"Kok tau-tau stop sayang" tanyaku manja sekalian mengelus elus dadanya manja.
Ia diam, cuma hembuskan asap rokok kuat kuat keluar. Badan telanjangku kupepetkan ke punggungnya, berasa kehangatan yang mengalir, elusanku turun ke perut serta selangkangan, saya terkejut, rupanya penisnya basah serta banyak cairan, saat kucium aroma sperma yang kuat menusuk, rupanya ia menariknya keluar waktu orgasme.
"Ih nakal, demikian keluar ditarik keluar" protesku sekalian menggigit mudah pundaknya.
Ia cuma ketawa terpingkal-pingkal, kami kembali lagi berangkulan di muka jendela yang terbuka, selimut penutup badanku telah jatuh ke lantai, udara dingin menjadi kehangatan pelukan hasrat birahi.
"Nanti disaksikan orang" bisikku disela celah ciumannya.
"Tidak mereka sudah pergi kok, lagian tempat ini terpencil" hiburnya meyakinkanku.
Karena itu kamipun kembali lagi bercinta di muka jendela yang terbuka dengan panorama kelap kelip kota Surabaya, dinginnya angin malam tidak dapat menyingkirkan panasnya nafsu kami.
Saya tidak dapat mengingat telah berapakah kali orgasme serta berapakah set layani buasnya nafsu Hari dengan beberapa tempat, walau demikian semangat tetapi kami harus menyerah dengan yang namanya lelah serta lapar, kemungkinan kebanyakan energi yang keluar saat kami bercinta barusan. Sebetulnya saya masih ingin meneruskan merengkuh kesenangan semakin lama, saya sendiri tidak tahu, makin bernafsu makin semangat saya bercinta tanpa ada mengenali capek, tetapi Hari telah menyerah serta meminta "Time out", sangat terpaksa saya harus ikut-ikutan tunda kemauanku. Pada akhirnya kami putuskan untuk break serta buka bekal yang kami bungkus dari Dewi Sri barusan.
Perlahan-lahan tempat kami buka bingkisan ditengah-tengah temaram lampu ruangan tamu yang menyengaja tidak kami besarkan. Dalam sekejap ludeslah seekor ayam beralih ke perut kami berdua didorong 1/2 botol Aqua, masih tersisa 2 ekor lagi tetapi kami diamkan masih terbungkus.
Limabelas menit kami istirahat di ruangan tamu, udara dingin mulai berasa menyerang kulit, ditambah lagi saya cuma kenakan baju tipis punya Hari tanpa ada dilapisi jaket, serta kakiku masih telanjang tanpa ada penutup, cuma kemaja Hari itu yang tutupi badanku sampai ke paha. Begitupun dengan Hari yang cuma kenakan celana pendek tipis, kamipun duduk berangkulan nikmati sunyinya malam dipegunungan disertai suara jangkrik yang pasti terdengar, situasi demikian romantis.
Terikut situasi, selang beberapa saat kamipun pada akhirnya berciuman, kuselipkan tanganku ke celana Hari, ia melepas kancing kancing bajuku serta meremas ke-2 buah dadaku berganti-gantian. Saya mendesah perlahan saat ia mengulum putingku, kuremas semakin keras kejantanannya, selekasnya kami kembali lagi dalam pertarungan penuh nafsu, lupa telah dimana kami ada.
Hari duduk di sandaran sofa terima kulumanku pada penisnya, ia mendesah perlahan-lahan, kemungkinan takut terdengar yang lain.
Hari berlutut dimukaku, penisnya disapukan sesaat lalu menyodokku dengan keras, seperti awalnya, saya cuma menggigit jariku terima kocokan kerasnya, tidak berani bernada, tangannya ikut-ikutan meremas serta memilin mudah putingku, membuatku makin kepanasan, makin keras kugigit jariku. Ia tersenyum lihat expresiku yang saya sendiri tidak dapat memvisualisasikan semacam apa, demikian bergairah ia gerakkan penisnya keluar masuk vaginaku.
Kurebahkan Hari di atas sofa, langsung kubimbing penisnya masuk liang kenikmatanku, seperti yang dilakukan padaku barusan, dengan sekali pergerakan melesaklah kejantanannya isi rongga vaginaku secara cepat, ia menjerit terkejut tanpa ada sadar, saya cuma tersenyum menyaksikannya. Sebelum ia sadar, kususul dengan pergerakan serta goyangan pantat yang liar tidak teratur, saya ingin menyaksikannya tergeletak dalam kesenangan, seperti apakah yang sudah dilakukan padaku, semakin menyenangkan lagi sebab ia tidak berani mendesah keras, kunikmati permainan ini. Pergerakanku semakin jadi saat ia mulai meremas remas buah dadaku, kami sadar jika permainan ini berefek tertangkap basah sama yang lain, tetapi kami tidak perduli, cuma jaga agar tidak memunculkan bising yang dapat menggugah macan tidur.
Tau-tau lampu ruangan tamu menyala jelas, kami berdua terkejut, bertepatan kami melihat mengarah pintu depan, rupanya Piter telah berdiri disana, matanya tertuju pada badanku, pada kondisi terkejut kami rupanya cuma terbengong, saya masih di atas Hari dengan penis yang masih tetap tertancap, sesaat tangan Hari masih meremas buah dadaku. Celakanya, demikian tersadarkan bukanlah selekasnya tutupi diri tetapi langsung memeluk rapat badan Hari, tujuannya tutupi badanku dari pandangan Piter, tetapi malah tempat itu semakin membuat panorama bertambah lebih erotis.
"Wah nakal, kalian bermain demikian hot, tetapi saya kamu kasih sang mayat hidup" tanggapan Piter sekalian berjalan masuk serta duduk di muka kami.
Saya yang masih tetap di pelukan Hari jadi serba salah, ditambah lagi Piter duduk pas menghadap kami yang sedang telanjang berangkulan, kelihatannya ia biasa, tidak ada rasa enggan hadapi kami yang sedang pada kondisi ini.
"Lho cewek kamu ke mana?" Bertanya Hari yang masih tetap memelukku.
"Saya pulangin, habis sudah hitam tidak dapat ngapa ngapain, untuk apa dilanjutin, saya barusan keluar ingin cari lagi, tetapi ternyata tidak ada yang bagus" jawabnya sekalian menghidupkan rokoknya.
"Iadi kamu belum main toh"
"Tidak ah sayang, mending diberi ke cewek lain yang pas, entahlah kapan dimana"
Tidak kemungkinan kami bercakap pada kondisi ini, kuberanikan untuk turun dari badan Hari dengan risiko badan telanjangku nampak Piter. Walau saya seorang call girl yang terlatih telanjang di muka lelaki tetapi tidak pernah saya telanjang di depan orang yang tidak mem-booking-ku.
"Wow, suit suit" celetuk Piter lihat badanku, langsung kututupi dengan baju yang berada di lantai, saya ingin masuk kamar tetapi Hari menahanku serta minta duduk disebelahnya temani bercakap dengan Piter, cukup enggan saya sebab pastinya baju tipis itu tidak dapat tutupi bentuk badanku, ditambah lagi selangkanganku waktu duduk, sangat terpaksa kuturuti tekad Hari.
Hari masih telanjang sekalian memelukku saat bicara dengan Piter yang menyalahkan cewek-nya barusan, pada intinya ia sedih ditambah lagi memperbandingkan denganku. Rupanya telah lama ia ada di luar, ia lihat semua yang kami kerjakan di kamar tamu, serta sekejap ia lihat kami bercinta di muka jendela kamar yang terbuka. Kembali lagi rasa bersalah menyelimutiku.
"Kamu tidak fair Har, masak rekan yang jauh diminta mencari sendiri, jelas saja tidak dapat, katakan kek kalau kamu tidak dapat nyariin, kan saya tidak perlu jauh jauh terbang cuma untuk bertemu sang mayat hidup barusan" Piter mulai protes, saya diam saja, begitupun Hari, entahlah apakah yang ada pada pikirannya sebab apakah yang disampaikan Piter walau dengan bercanda ada betulnya serta sama juga dengan usulku barusan, tetapi semuanya bergantung pada Hari.
Hari menatapku tetapi kualihkan pandanganku ke luar sekalian menghidupkan rokok yang berada di meja.
"Oke saat ini maumu apa?" Bertanya Hari
"Ya cariin saya cewek yang seperti ia dong, kan tidak kemungkinan saya meminta ke Ivan"
"Malam malam ini? ngaco kamu" kata Hari.
"Ya sudah selamat bersenang suka deh, saya ingin tidur saja agar esok dapat tenang kembali pada Jakarta" kata Piter sambil berdiri tinggalkan kami berdua, kelihatannya ia ngambek.
Saya serta Hari terdiam lihat sikap Piter, semua bergantung Hari, namanya orang dibayar saya sich terserah sama yang bayar, apalagi dari sisi fisik, usia atau muka mereka tidak jauh tidak sama.
"Ly, kamu keberatan tidak kalau nemenin Piter malam hari ini" kata Hari dengan suara terbata bata.
"Terserah kamu saja Har, toh kamu yang booking, apalagi apa kata Piter memang ada betulnya" kataku perlahan takut membuat tersinggung.
"Tetapi rasa-rasanya saya tidak ikhlas melepasmu ke Piter, kamu tidak akan senang sama ia, saya tahu benar permainannya, mana dapat ia muasin kamu dengan permainan sejam nonstop seperti barusan" bisik Hari.
"Ya terserah saja, kalau kamu tidak ikhlas sama teman dekat sendiri ya tungguin saja agar tahu saya lagi diapain " jawabku asal sebab telah jengkel sama Hari yang tetap cari pembenaran perbuatannya selain itu saya ingin menebus kekeliruanku, tidak ada pamrih lain.
"Kamu tidak keberatan saya turut ndampingi?" tanyanya bego
"Jangan Bertanya saya, Bertanya sama Piter, ingin tidak ia main dinantiin serta dipelototin begitu"
Tanpa ada menjawab ia langsung ke arah kamar Piter, saya sendirian kedinginan, kembali lagi kudengar sayup sayup desahan Nenny serta Ivan.
"Oke ia sepakat" tuturnya menggandengku ke arah kamar Piter.
Sekarang tukar saya yang keliru tingkah, baru kusadari resiko atas ucapanku barusan, tidak pernah saya bercinta dilihat lelaki lain, kalau disaksikan serta main bertiga dengan dua wanita sich sudah seringkali tetapi kesempatan ini situasinya terbalik, penontonnya ialah Hari, tamu langgananku sendiri.
Bersambung..... Artikel Berkaitan